
Apa yang tengah terjadi di Gaza hari ini bukan sekadar perang — ini adalah bencana kemanusiaan yang mendekati titik genosida. Selama hampir dua tahun sejak Oktober 2023, lebih dari 64.000 – 67.000 warga Palestina telah tewas, sebagian besar adalah perempuan, anak-anak dan warga sipil yang tak berdosa.

Di antara mereka, ribuan masih teronggok di bawah puing-puing, tidak teridentifikasi, atau tidak pernah tercatat. Ribuan lainnya menderita luka fisik permanen, trauma psikologis, atau kehilangan tempat tinggal, tanpa kepastian masa depan. Sementara dunia berdebat istilah “genosida”, masyarakat sipil Gaza terus dihantam bom, kelaparan, penyakit, dan kehancuran yang sistematis.
Di tengah reruntuhan dan keterbatasan akses, kisah-kisah manusia muncul sebagai saksi bisu tragedi ini. Salah satunya adalah kisah Hedaia dan anaknya Mohamed (usia 18 bulan). Dahulu, Mohamed adalah bayi sehat, meski memiliki kondisi kelainan otot langka. Saat suplai makanan masih tersedia, dia tumbuh perlahan. Namun kini, tubuhnya tampak kerempeng — lidah menelan setitik nasi sekalipun terasa berat.

Setiap kali Hedaia mencari makanan, dia harus berjalan jauh melewati reruntuhan dan zona bahaya. Tak jarang, saat anak tangis minta susu, tak ada persediaan susu, tak ada makanan bergizi. Sementara Mohamed kelaparan, Hedaia bergulat dengan ketakutan — udara penuh bom, bantuan hampir tak pernah datang.

Ini bukan kisah tunggal — ada ratusan keluarga lain yang hilang, hancur, dan berjuang diam-diam tanpa sorotan media.
Salah satu senjata paling brutal yang dipakai dalam konflik ini adalah lapar terstruktur. Sejak awal peperangan, blokade dan kontrol ketat atas rute bantuan telah menjadikan Gaza sebuah penjara penuh kerawanan pangan dan medis.
Organisasi Kesehatan Dunia menyebut bahwa orang-orang di Gaza “kelaparan, sakit, dan mati” karena bantuan medis dan pangan sengaja dibendung. Sebuah studi Lancet memperkirakan bahwa lebih dari 54.600 anak usia di bawah 5 tahun menderita malnutrisi akut di Gaza — sekitar 12.800 di antaranya dalam kondisi parah.
Kembali Smile Humanity hadir sebagai jawaban nyata atas penderitaan. Pada bulan Agustus 2025 lalu, melalui titipan kebaikan dari sobat baik kami meluncurkan Bantuan Pangan Darurat Gaza.

Penyaluran pangan darurat Smile Humanity dipusatkan dititik dapur umum timur Kamp Khan Younis, Gaza. Ada ratusan keluarga Gaza yang bertahan di titik ini. Alhamdulillah atas izin Allah, bantuan sobat baik semua bisa sampai ke Gaza.

Hari ini, ketika gencatan senjata telah disepakati, momentum solidaritas harus kita maksimalkan — bukan mengendur, melainkan memperkuat gelombang bantuan agar semakin besar dan berdampak.
Bergabunglah bersama kami: berdonasi, sebarkan kampanye ini, undang rekan dan komunitas Anda, dan bantu kami mengirim lebih banyak makanan, air bersih, obat, dan harapan ke Gaza.
Jangan biarkan luka dan jeritan mereka senyap dalam puing — mari kita bangun aksi nyata bersama Smile Humanity.